Mangrove Langka Dunia, Tersimpan di Gili Balu KSB


Lintas NTB, Sumbawa Barat – Di
ufuk Barat Sumbawa, di antara lautan biru dan gugusan pulau kecil yang dikenal sebagai Gili Balu, tersimpan sebuah permata hijau yang jarang terlihat mata: mangrove langka dunia bernama Aegiceras floridum. Tumbuhan yang oleh masyarakat setempat disebut kaki gajah ini, kini menjadi saksi bisu perjuangan manusia dan alam yang saling menopang demi keberlanjutan hidup.

Di tengah terpaan gelombang dan derasnya arus zaman, Gili Belang, Paserang, Kalong, dan Kenawa masih menyimpan rumah terakhir bagi spesies mangrove unik ini. Kehadirannya ibarat doa yang ditanam di tepian pantai—rapuh namun penuh harapan. Para ahli mencatat, sejak tahun 1980-an, sebarannya telah menyusut hampir sepertiga. Jika tak dijaga, bisa jadi generasi mendatang hanya mengenalnya dari literatur, bukan dari pelukan nyata pepohonan kecil yang bergerombol di bibir pantai.

Harta Karun Hijau di Tepi Samudra

Mangrove bukan sekadar pohon yang tumbuh di lumpur asin. Ia adalah benteng alam yang menahan amukan ombak, rumah bagi ikan-ikan kecil, udang, hingga kepiting. Tanpa mangrove, laut kehilangan dapurnya, pesisir kehilangan pelindungnya, dan manusia kehilangan nafas kehidupannya.

“Mangrove Aegiceras floridum ini sudah jarang ditemukan di Indonesia. Ia hidup di pantai berbatu dan berpasir dengan salinitas tinggi, habitat yang sangat terbatas,” jelas Andy Afandy dari PKSPL IPB saat mendampingi kelompok pengelola wisata Poto Tano.

Karena kelangkaannya, langkah kecil warga Poto Tano menjadi cahaya besar. Mereka menanam, merawat, hingga membibitkan mangrove dengan cinta. Di Gili Namo, lebih dari 3.500 bibit telah tumbuh dalam persemaian sederhana, hasil kerja keras kelompok pengelola wisata yang melibatkan pemuda, karang taruna, hingga nelayan.

Dari Bibit Harapan Menuju Hutan Kehidupan

“Kami baru menanam 10 jenis mangrove, rencananya sampai 17 jenis. Target kami 4.000 bibit tahun ini,” ujar Widi Aspiani, anggota Pokdarwis, dengan mata berbinar. Setiap bibit yang tumbuh bukan sekadar batang kecil berdaun hijau, melainkan simbol perlawanan terhadap kepunahan dan janji pada anak cucu agar masih bisa bermain di bawah rindang mangrove.

Harapan itu pun ditopang oleh kolaborasi besar. Pemerintah daerah, akademisi, hingga perusahaan swasta bergandeng tangan dalam program TransformaSea Gili Balu—sebuah gerakan ekowisata berbasis ekosistem yang berupaya menjaga harmoni antara alam dan manusia. Melalui pendekatan ini, masyarakat bukan hanya menjadi penonton, melainkan aktor utama yang mengelola, melindungi, dan menikmati berkah dari lautnya sendiri.

Wisata dengan Hati, Ekonomi dengan Nurani

Tak berhenti pada konservasi, Gili Balu juga dipersiapkan menjadi panggung ekowisata dunia. Paket wisata yang ditawarkan bukan sekadar memandangi pasir putih atau snorkeling di terumbu karang, melainkan menyusuri hutan mangrove yang langka, menanam bibit kehidupan, hingga belajar bagaimana masyarakat menjaga rumah laut mereka.

Kepala BLUD Kelautan dan Perikanan Sumbawa, Hamdon, menyebut langkah ini sebagai jembatan menuju masa depan. “Kerja sama ini membuat Gili Balu bukan hanya indah dipandang, tapi juga lestari. Ekowisata akan membawa manfaat ekonomi tanpa merusak warisan alamnya,” ujarnya.

Menjaga Janji Laut

Seperti sebuah syair yang terus diulang, laut selalu mengajarkan tentang keseimbangan: memberi dan menjaga, mengambil dan mengembalikan. Gili Balu kini menjadi panggung di mana janji itu ditepati.

Di antara desir angin dan suara ombak, mangrove kaki gajah berdiri tegak, seolah berbisik: “Jagalah aku, maka aku akan menjaga hidupmu.” Dan di sanalah, masyarakat Sumbawa Barat menjawab dengan tindakan nyata—menanam harapan, memelihara kehidupan.

Keterlibatan AMMAN Mengembangkan Wisata Bahari

AMMAN memperkenalkan Program TransformaSea Gili Balu untuk Pengembangan Ekowisata (Wisata Bahari) berbasis Ekosistem. Program ini merupakan salah satu program utama dari pilar Sustainable Tourism yang merupakan program komprehensif pengembangan ekowisata yang bertanggung jawab, sekaligus menjaga kawasan konservasi di Gili Balu. 

Manager Social Impact AMMAN Aji Suryanto, Sr menjelaskan bahwa, menjaga kelestarian Gili Balu adalah salah satu kontribusi Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) AMMAN dalam pelestarian alam serta mendorong pariwisata unggulan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Selain itu, program ini ditujukan untuk meningkatkan daya tarik pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB), sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Program TransformaSea Gili Balu adalah bentuk implementasi Public-Private-Community Partnership yang dilaksanakan secara terpadu, dimana masyarakat (community) sebagai pelaku utama melakukan pemberdayaan, yang kegiatannya didukung oleh pemerintah (public) dan swasta (private). (LNG05)

0 Comments

Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.