MATARAM - Mengatasi kemiskinan di NTB butuh langkah yang fundamental. Juga komitmen tinggi dari seluruh pemangku kepentingan serta sinergi dan kolaborasi dari semua pihak untuk menjalankan semua program intervensi secara fokus dan obyektif. Pasalnya Angka kemiskinan di NTB tahun 2019 ini masih relatif tinggi, yakni mencapai 14,53%. Sedangkan target pemerintah pada tahun 2023 nanti, jumlah kemiskinan di NTB dapat diturunkan hingga berada dibawah 10,% atau 1 digit. Artinya setiap tahunnya, harus mampu diturunkan lebih dari 1%. Sementara pengalaman selama ini, untuk menurunkan angka kemiskinan sebesar 1 persen saja, sangatlah sulit.
Wakil Gubernur NTB Dr. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd mengungkapkan hal itu saat membuka Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi NTB bertajuk “ Menuju Angka Kemiskinan Satu Digit Melalui Sinergi Penguatan Kemitraan” di Hotel Lombok Raya, Mataram, Kamis (28/11-2019).
Dihadapan anggota Forkompimda, para Bupati/Walikota serta Pimpinan OPD dan tokoh-tokoh masyarakat se-NTB, Wagub yang akrab disapa Umi Rohmi lebih jauh mengajak semua pihak untuk bersinergi dan lebih fokus dalam mewujudkan pencapaian target penurunan kemiskinan tersebut
Meski Umi Rohmi juga menyadari bahwa untuk menurunkan angka kemiskinan mencapai angka dibawah satu digit bukanlah hal yang mudah. Bahkan Wagub hal itu merupakan target yang ambisius. Tetapi, kata Umi Rohmi jika berbicara sistem, maka tentu saja, hal tersebut bukan ambisius. Namun menurunkan angka kemiskinan adalah sistemnya yang harus dibangun, jelasnya.
Sistem yang dimaksud adalah memperkuat kemitraan dan menyamakan frekwensi atau mindset diantara seluruh stakeholder dan masyarakat. Jika sinergitas ini dapat diwujudkan, kata Umi Rohmi maka akan memperoleh hasil yang baik dan kemiskinan dapat diturunkan dengan lebih cepat. “Penurunan kemiskinan tidak mungkin dilakukan dengan sendiri-sendiri, melainkan perlunya sinergitas bersama” tuturnya.
Wagub juga menuturkan pentingnya fokus dalam pengelolaan dan validasi Basis Data Terpadu (BDT) masyarakat miskin yang ada di seluruh Kabupaten/Kota.
"Basis data terpadu (BDT) perlu di validasi dengan cermat dan obyektif. Sehingga program intervensi untuk menurunkan kemiskinan benar-benar tepat sasaran", ujarnya.
Ia menegaskan karena data yang tidak valid tersebut sehingga menyebabkan kemiskinan sulit diturunkan. "Program yang diluncurkanpun salah sasaran", terangnya.
Umi Rohmi bahkan menyebut lebih dari 20 persen masyarakat yang tidak berhak menerima bantuan miskin, yakni masyarakat kategori mampu secara ekonomi atau desil 4,5 dan seterusnya, justru menerima bantuan. Sedangkan lebih dari 25 persen masyarakat yang benar-benar miskin pada kategori desil 1, malah tidak mendapatkan bantuan program pengentasan kemiskinan, tutur Umi Rohmi.
Karenanya, ia mengajak para bupati/walikota, camat dan kepala desa dan dusun mulai melakukan validasi data secara obyektif.
"Perlu dilakukan rembug desa untuk memvalidasi data penduduk miskin, sehingga desa segera bisa keluar dari ketertinggalan", pintanya.
Untuk itu, Wagub mengajak seluruh jajaran pemerintah provinsi dan Kabupaten/kota hingga kecamatan dan desa, utananya para Bupati/Walikota untuk memberi perhatian serius dalam upaya menghidupkan kembali kegiatan posyandu yang ada disetiap desa dan dusun.
Peran posyandu keluarga, menurut Umi Rohmi dapat dijadikan garda terdepan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat. Mulai dari permasalahan kesehatan, kebersihan (Zero waste) remaja, pendewasaan usia perkawinan hingga pengentasan kemiskinan. "Sudah banyak, bahkan hampir disetiap kabupaten/kota, terdapat posyandu keluarga yang terintegrasi bank sampah dan juga mengelola BumDes", paparnya.
Wakil Gubernur NTB Dr. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd mengungkapkan hal itu saat membuka Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi NTB bertajuk “ Menuju Angka Kemiskinan Satu Digit Melalui Sinergi Penguatan Kemitraan” di Hotel Lombok Raya, Mataram, Kamis (28/11-2019).
Dihadapan anggota Forkompimda, para Bupati/Walikota serta Pimpinan OPD dan tokoh-tokoh masyarakat se-NTB, Wagub yang akrab disapa Umi Rohmi lebih jauh mengajak semua pihak untuk bersinergi dan lebih fokus dalam mewujudkan pencapaian target penurunan kemiskinan tersebut
Meski Umi Rohmi juga menyadari bahwa untuk menurunkan angka kemiskinan mencapai angka dibawah satu digit bukanlah hal yang mudah. Bahkan Wagub hal itu merupakan target yang ambisius. Tetapi, kata Umi Rohmi jika berbicara sistem, maka tentu saja, hal tersebut bukan ambisius. Namun menurunkan angka kemiskinan adalah sistemnya yang harus dibangun, jelasnya.
Sistem yang dimaksud adalah memperkuat kemitraan dan menyamakan frekwensi atau mindset diantara seluruh stakeholder dan masyarakat. Jika sinergitas ini dapat diwujudkan, kata Umi Rohmi maka akan memperoleh hasil yang baik dan kemiskinan dapat diturunkan dengan lebih cepat. “Penurunan kemiskinan tidak mungkin dilakukan dengan sendiri-sendiri, melainkan perlunya sinergitas bersama” tuturnya.
Wagub juga menuturkan pentingnya fokus dalam pengelolaan dan validasi Basis Data Terpadu (BDT) masyarakat miskin yang ada di seluruh Kabupaten/Kota.
"Basis data terpadu (BDT) perlu di validasi dengan cermat dan obyektif. Sehingga program intervensi untuk menurunkan kemiskinan benar-benar tepat sasaran", ujarnya.
Ia menegaskan karena data yang tidak valid tersebut sehingga menyebabkan kemiskinan sulit diturunkan. "Program yang diluncurkanpun salah sasaran", terangnya.
Umi Rohmi bahkan menyebut lebih dari 20 persen masyarakat yang tidak berhak menerima bantuan miskin, yakni masyarakat kategori mampu secara ekonomi atau desil 4,5 dan seterusnya, justru menerima bantuan. Sedangkan lebih dari 25 persen masyarakat yang benar-benar miskin pada kategori desil 1, malah tidak mendapatkan bantuan program pengentasan kemiskinan, tutur Umi Rohmi.
Karenanya, ia mengajak para bupati/walikota, camat dan kepala desa dan dusun mulai melakukan validasi data secara obyektif.
"Perlu dilakukan rembug desa untuk memvalidasi data penduduk miskin, sehingga desa segera bisa keluar dari ketertinggalan", pintanya.
Untuk itu, Wagub mengajak seluruh jajaran pemerintah provinsi dan Kabupaten/kota hingga kecamatan dan desa, utananya para Bupati/Walikota untuk memberi perhatian serius dalam upaya menghidupkan kembali kegiatan posyandu yang ada disetiap desa dan dusun.
Peran posyandu keluarga, menurut Umi Rohmi dapat dijadikan garda terdepan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat. Mulai dari permasalahan kesehatan, kebersihan (Zero waste) remaja, pendewasaan usia perkawinan hingga pengentasan kemiskinan. "Sudah banyak, bahkan hampir disetiap kabupaten/kota, terdapat posyandu keluarga yang terintegrasi bank sampah dan juga mengelola BumDes", paparnya.
0 Comments
Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.