Ada Apa Di Balik Rencana Pengoperasian Jalur BADAS - SURABAYA?

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Dr. H Zulkieflimansyah, SE., M.Sc menyampaikan akan membuka jalur long distance ferry dengan rute Surabaya-Badas
Sumbawa - Belum lama ini, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Dr. H Zulkieflimansyah, SE., M.Sc menyampaikan akan membuka jalur long distance ferry dengan rute Surabaya-Badas, Sumbawa. Beliau pun optimis bahwa rencana tersebut segera terealisasikan (Bimakini.com). 

Untuk membuktikan hal itu, beliau telah bertemu dengan Dirjen Perhubungan Laut dan Dirjen Perhubungan Darat di Jakarta. Dengan hasil, 17 Agustus 2019 beliau akan mewujudkan rencana tersebut (samawarea.com).

Selain itu, Beliau yang telah bertemu Direktur utama PT ASDP Indonesia Ferry (persero) menyampaikan bahwa untuk melancarkan perjalanan rute Surabaya–Badas, selain kapal Legundi, kapal Jatra pun akan dioperasikan. Kabar ini ditulis di akun resmi facebook beliau. Komentar pun membanjiri status. Ada yang menyambut positif dan ada juga yang mengkritik. 

Sebelum rencana jalur long distance ferry rute Surabaya-Badas ini berhembus, pada tanggal 10 Juni 2019 suarantb.com juga mengabarkan akan dibangunnya jembatan penghubung Lombok–Sumbawa. Dan rencana pembangunan jembatan ini sudah mengantongi kelayakan teknis. Menyisakan tanda tanya, adakah kaitannya hal ini dengan keinginan besar Pak Gubernur dalam menggiatkan pariwisata NTB, khususnya di Sumbawa..?

Potensi alam NTB saat ini sedang dalam sorotan dunia. Khususnya situs-situs pariwisata yang ada di pulau lombok dan sumbawa. Pembangunan jalur penghubung tersebut tujuannya untuk kemudahan akses menuju ke bebagai situs pariwisata. Apalagi, UNESCO sudah secara resmi menetapkan dua cagar wisata biosfer, yaitu rinjani di pulau Lombok, dan Samota di pulau Sumbawa. 

Bahkan, kedua tempat ini telah dicanangkan untuk menjadi tuan rumah 13rd South East Biosphere Reserve Network pada 2020 mendatang (REPUBLIKA.CO.ID). 

Sepintas berita ini mungkin sangat membanggakan. Tetapi, jika dikaji lebih dalam, maka akan sangat merugikan. Liberalisasi sumber daya alam (SDA) dan kebudayaan tak bisa ditampikkan. Mengingat Samota akan dijadikan pusat penelitian dunia internasional. 

Dilema Pariwisata Liberalisasi yang lahir dari sistem kapitalisme merupakan alat barat untuk menyempurnakan imprealismenya. Hampir semua lini kehidupan dihancurkan, termasuk bidang pariwisata. Dampak buruk yang ditimbulkan merusak tatanan kehidupan. Mengingat mayoritas penduduk negeri ini masih memegang budaya ketimuran.

NTB yang telah dilekatkan gelar wisata halal, termasuk bagian dari liberalisasi. Wisatawan asing yang berdatangan akan utuh dengan seperangkat budaya westrenisasinya. Maka, jangan kaget ketika sex bebas merajalela, pakaian bikini melambai dimana−mana. Kafe plus−plus disuguhkan bagai kopi yang menggugah selera. 

Tak lupa, dengan dibukanya jalur ini, maka penyaluran obat-obatan terlarang alias narkoba akan lebih mudah masuk ke pulau Sumbawa. Kepala BNN Kabupaten Sumbawa Syirajuddin Mahmud pun telah menyampaikan bahwa jalur masuk barang haram ini melalui Pelabuhan Poto Tano, Pelabuhan Laut Badas, Pelabuhan Udara, dan 24 Pelabuhan kecil yang tidak resmi lainnya (kabarsumbawa.com). 

Terpikirkah oleh kita, apa yang akan terjadi ketika jalur ini dibuka? Sementara NTB, termasuk Sumbawa telah dilabeli darurat narkoba. Data BNN NTB mencatat kasus penyalahgunaan narkoba sudah mencapai 63.000 jiwa hingga tahun 2017. Sehingga, ketika membayangkan hal ini tejadi di Sumbawa, batin semakin meronta.

Iya, mungkin sebagian orang akan mengambil sisi yang berbeda dari menggeliatnya pariwisata. Kemanfaatan dengan datangnya wisatawan mancanegara akan menambah pundi−pundi rupiah. Masyarakat akan tersibukan untuk mencari pemasukan, agar mencapai taraf hidup yang berkecukupan. 

Mandiri dan tanpa periayahan. Hal ini sengaja disetting sebagai bentuk cuci tangan (melepaskan tanggungjawab) negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Inilah buah dari sistem kapitalisme sekular yang diterapkan oleh negara. Seolah kesusahan rakyat bukan tanggung jawabnya.

Islam Solusi
Jadi ingat pepatah Sumbawa, “Adat Barenti Lako Syara, Syara Barenti Lako Kitabullah”. Makna pepatah ini sangat dalam. Yang dimana semua hukum atau aturan bersumber dari wahyu Allah SWT, yaitu Al-Qur’an. Ketika hukum Allah yang kita terapkan, maka tidak akan terjadi perselisihan, pertentangan maupun kesengsaraan. 

Begitu banyak ayat Allah yang menerangkannya kepada kita. Begitu banyak ayat Allah yang menegur perbuatan kita. Begitu banyak ayat Allah yang memerintahkan untuk menerapkan aturanNya. Dan Liberalisasi dengan asas sekularisme hanya mampu dihilangkan dengan kembali kepada Islam (aturan Allah). 

Bukan hanya di tataran individu saja Islam digiatkan. Tetapi, di level masyarakat bahkan Negara pun Islam harus diterapkan. Rasul SAW telah mencontohkan. Madinah yang merupakan Negeri seluruh kaum muslimin di dunia pada masa itu pun, hanya menerapkan aturan Allah SWT. 
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS: Al-Maidah [5]: 50). Walluhu’alam.

0 Comments

Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.