Terkait Isu Kelangkaan Gas, Pertamina Sumbawa Ajak Masyarakat Lakukan Pengawasan

 


Lintas NTB, Sumbawa Barat - Terkait isu kelangkaan gas LPG di tengah masyarakat, Pemerintah daerah mengundang pihak pertamina untuk dapat berdialog dengan masyarakat. Hal tersebut diselenggarakan pada saat malam yasinan, Kamis, (21/7/2022) di central kediaman Bupati Sumbawa Barat. 


Dihadapan masyarakat, Kepala Pertamina Sumbawa Faris menerangkan kepada masyarakat terkait berbagai hal yang berkembang didalam masyarakat tersebut. Faris menjelaskan bahwa, tabung LPG yang beredar di dalam masyarakat sekarang ini, ada dua jenis yaitu yang 3 kilo warna hijau atau biasa disebut LPG melon dan gas LPG 12 Kilo yang warna pink atau warna biru. 


Dari jenis tersebut ada yang bersubsidi dan ada yang non subsidi. Mengutip Pertamina, sesuai dengan Pasal 20 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG subsidi, gas subsidi 3 kg atau yang akrab disebut gas melon diperuntukkan hanya bagi penggunaan rumah tangga dan usaha mikro. Kategori yang berhak membeli gas elpiji subsidi adalah rumah tangga pra sejahtera berpendapatan maksimal Rp 1,5 juta per bulan. 


Sedangkan usaha mikro yang berhak memakai gas subsidi 3 kg yakni memiliki aset maksimal Rp50 juta dan omset maksimal Rp300 juta per tahun.

Berkaitan dengan permasalahan yang saat ini merebak ditengah masyarakat, terkait dengan kelangkaan gas LPG, harga mahal, dan ada yang disinyalir membeli dalam jumlah yang banyak, hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Pertamina wilayah Pulau Sumbawa.


 Faris menerangkan bahwa, sebenarnya di Kabupaten Sumbawa Barat secara prinsip tidak ada pengurangan pasokan, baik elpiji yang 3 kilo maupun yang warna pink dan biru 12 kilo. Untuk wilayah KSB kita mendistribusi sebanyak 2.800 tabung per hari untuk seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat.

Terkait dengan kondisi lapangan, Pertamina sempat melakukan survey ke pangkalan - pangkalan. Terdapat beberapa kondisi memang.


"Seharusnya subsidi tiga kilo yang berhak adalah orang – orang yang seperti disebutkan dalam SK Gubernur tersebut. Begitu juga dengan kalangan usaha, yang sebenarnya mampu untuk membeli yang tidak bersubsidi tapi membeli yang tiga kilo bersubsidi.”

Terhadap hal tersebut, ia menegaskan bahwa di dalam Surat Keputusan Nomor 750-365 Tahun 2019 telah ditetapkan bahwa harga gas LPG 3 kilo seharga Rp. 16.500, tetapi kondisi di lapangan ketika ada orang yang ingin mendapatkan segera gas LPG, ketika diminta ditambah harganya mau saja, misalnya harganya ditambah sampai Rp.20.000 mereka mau membelinya.


Hal tersebut yang menyebabkan harga menjadi naik. Disinilah kami sampaikan agar kita dapat mengigatkan saudara - saudara kita, terutama bagi yang mampu, agar secara sadar memberikan ruang kepada mereka yang tidak mampu untuk bisa mengakses kebutuhan gas LPG bersubsidi.


Ditambahkannya, bahwa jika di kota – kota besar seperti di jawa, proses konversi minyak tanah ke gas sudah berjalan 10 tahun yang lalu, dan pasarnya sudah terbentuk. Prosesnya sudah bejalan dengan baik, kesadaraan masyarakatnya sudah terbangun. Mereka yang mampu secara sadar menggunakan gas LPG non subsidi dan memberikan kesempatan kepada masyarakat tidak mampu untuk menggunakan gas LPG bersubsidi.


Dalam kesemparan tersebut, Faris juga mengajak kepada masyarakat untuk mengontrol pangkalan – pangkalan yang nakal. Setiap pangkalan itu ada papan namanya, dan disitu tertera apa nama perusahaannya dan siapa agennya. Jika ditemui ada pangkalan yang tidak bekerja sesuai dengan prosedur dan menyulitkan warga, segera laporkan, siapa agennya. “Percuma kalau secara administrasi kita perketat izin pangkalan kalau tidak ada pengawasan dari masyarakat, maka ketimpangan akan tetap terjadi," ungkapnya. (LNG05)

0 Comments

Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.