Menjaga Partisipasi Pemilih Pemula Dalam Pesta Demokrasi


Oleh : Muhlisin, ST

Pemilihan Umum (PEMILU) atau yang kita sebut juga sebagai pesta demokrasi adalah memilih seorang pemimpin, pejabat atau lainnya dengan jalan memberikan suaranya dalam pemilihan. Pemilu dianggap hal yang penting karena merupakan bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keikutsertaan (partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara.

Oleh sebab itu, penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan yang demokratis yang tentunya sesuai dengan harapan bersama. Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan, pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi, pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. 

Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih, karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa menjadi segmen yang memang unik, sering kali memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Disebut unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi pragmatisme.

Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi sementara keputusan pilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagai swing vooters yang sesungguhnya. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal. Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orang tua hingga kerabat dan teman. Pemilih pemula cenderung kritis, mandiri, independen, anti status quo atau tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya.

Karakteristik itu cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas dalam pemilu yakni pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam menentukan pilihannya. Misalnya karena integritas tokoh yang dicalonkan partai politik, track record atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih dalam pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal yang terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa saja tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana tata cara menggunakan hak pilih dalam pemilu dan sebagainya. 

Pertanyaan itu penting diajukan agar pemilih pemula menjadi pemilih cerdas dalam menentukan pilihan politiknya di setiap pemilu. Pemilih pemula salah satu point yang berperan penting menentukan arah perubahan kemajuan Indonesia memiliki potensi akan berhasil memenangkan pemilu yang akan berlangsung. Dengan jumlah perkiraan pemilih pemula yang besar maka jelas akan berpotensi memenangkan pemilu, sehingga sayang rasanya jika suara dari pemilih pemula ini diabaikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemilu dan sepatutnya harus mampu untuk dirangkul agar pemilih pemula aktif dalam partisipasi politik yang dalam hal ini berpartisipasi memilih dan tidak golput mengingat ini merupakan suatu peluang untuk mencapai kemenangan dalam pemilu ketika suara pemilih pemula dapat dirangkul oleh otoritas politik. 

Dewasa ini, banyak terdapat sejumlah kendala yang terkait dengan pemilih pemula yang di antaranya pertama, pemilih pemula rawan didekati, dipersuasi, dipengaruhi, dimobilisasi, dan sebagainya untuk bersedia mengikuti kampanye yang dilaksanakan. Padahal sebelum ini, para kontestan pemilu tersebut tidak jelas kepeduliannya terhadap pemilih pemula. Kedua, pemilih pemula rawan dipolitisasi dan dijadikan komoditas politik untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas kontestan Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg.  Ketiga, pemilih pemula masih banyak mengidap penyakit labilitas dan emosionalitas. 

Dalam konteks pemilu, mereka berada dalam pusaran antara antusiasme politik dengan apatisme politik. Pada satu sisi sangat bersemangat dan ingin mengetahui seputar pemilu, khususnya melalui media sosial. Namun, belum tentu antusiasisme tersebut simetris dengan realitas perilaku politiknya. Bahkan tidak sedikit kalangan pemilih pemula, termasuk mahasiswa, lebih memilih tidak menyalurkan hak pilihnya alias Golput. Dengan kata lain antusiasisme politik kalangan muda, khususnya pemilih pemula di politik lebih merefleksikan suatu fenomena romantisme politik atau sensate democracy. Keempat, pemilih pemula sering menjadi sasaran empuk politik transaksional, atau politik uang. Politik uang dalam konteks pemilih pemula bisa berangkat atas inisiatif dari partai politik, tim kampanye, dan para calo politik (political broker). Tetapi, bisa juga berasal dari inisiatif pemilih pemula itu sendiri. 

Jangan lupa, di antara pemilih pemula juga sudah mengenal politik uang serta sumber-sumber dari politik uang tersebut. Hanya saja politik uang di kalangan pemilih pemula cenderung hanya dalam jumlah terbatas, recehan atau eceran. Bukan dalam jumlah besar, glosiran, partaian, atau kardusan. Kelima, pemilih pemula belum berpengalaman dalam mengikuti kegiatan Pemilu, khususnya pemberian suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kegiatan ini gampang-gambang susah. Terlebih pada Pemilu Serentak 2019 yang lalu di mana surat suara (ballot paper) yang harus 'dicoblos' oleh pemilih cukup banyak, yakni: (1) untuk Capres dan Cawapres, (2) anggota DPR, (3) anggota DPD, (4) anggota DPRD Provinsi dan (5) untuk anggota DPRD Kabupaten/Kota (di Jakarta tidak ada DPRD Kabupaten/Kota). 

Bukan tidak mungkin, pemilih pemula tidak mengetahui sah dan tidak sahnya pencoblosan surat suara. Selain masalah diatas, terdapat juga faktor- faktor yang mempengaruhi keikutsertaan pemilih pemula dalam menentukan pilihan politiknya. Contohnya karakteristik sosial dan pengelompokan sosial yang mempunyai pengaruh-pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang. Karakteristik sosial seperti pekerjaan, pendidikan sampai karakteristik sosiologis seperti agama, wilayah, jenis kelamin, umur dan sebagainya merupakan bagian-bagian dan faktor-faktor penting dalam menentukan pilihan politik. 

Singkat kata, pengelompokan sosial seperti umur, jenis kelamin, agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk pengelompokan seseorang. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang. Selain itu, faktor pendekatan psikologis juga memiliki pengaruh terhadap pilahan politik seseorang. Pilihan seseorang anak yang telah melalui tahap sosialisasi politik tidak jarang sama dengan pilihan politik orang tuanya. Pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu dan orientasi kepada kandidat. 

Selain pendekatan psikologis, terdapat pendekatan rasional. Pemilih pemula akan memilih jika ia merasa ada timbal balik yang akan diterimanya. Ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih calon legislatif yang sedang bertanding, ia tidak akan mengikuti dan melakukan pilihan pada proses pemilu. Hal ini juga sejalan dengan prinsip ekonomi dan hitung ekonomi. Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon legislatif akan melakukan berbagai promosi dan kampanye yang bertujuan untuk menarik simpati dan keinginan masyarakat untuk memilih dirinya pada pemilu.

Oleh karena itu diharapkan kepada generasi milenial dan pemilih pemula untuk menerapkan nilai-nilai etika dengan ikut berperan aktif dan tidak golput dalam pesta demokrasi.  Mereka jadi segmen yang sangat strategis untuk dilibatkan partisipasinya dalam memberikan kontribusi bagi Indonesia. Membangun persepsi bahwa politik yang baik dan sehat itu adalah hal penting menjadi mendesak dilakukan. Jangan sampai para pemilih pemula ini terus terjebak pada apatisme politik yang membuat mereka kehilangan selera untuk terlibat aktif dalam partisipasi politik. (LNG05)


0 Comments

Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.