Mangrove Langka di Indonesia, Tersimpan di Gili Balu KSB


Lintas NTB, Sumbawa Barat -
AMMAN memperkenalkan Program TransformaSea Gili Balu untuk Pengembangan Ekowisata (Wisata Bahari) berbasis Ekosistem. Program ini merupakan salah satu program utama dari pilar Sustainable Tourism (ST), yang merupakan program komprehensif pengembangan ekowisata yang bertanggung jawab, sekaligus menjaga kawasan konservasi di Gili Balu. 

Aji Suryanto, Sr. Manager Social Impact AMMAN mengatakan, menjaga kelestarian Gili Balu adalah salah satu kontribusi Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) AMMAN dalam pelestarian alam serta mendorong pariwisata unggulan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Selain itu, program ini ditujukan untuk meningkatkan daya tarik pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB), sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Program TransformaSea Gili Balu adalah bentuk implementasi Public-Private-Community Partnership yang dilaksanakan secara terpadu, dimana masyarakat (community) sebagai pelaku utama melakukan pemberdayaan, yang kegiatannya didukung oleh pemerintah (public) dan swasta (private). 

Kolaborasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB dan AMMAN tercantum dalam Perjanjian Kemitraan tentang ‘Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Perairan Gili Balu di Provinsi Nusa Tenggara Barat’.

Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Balu berada di Kecamatan Poto Tano yang terdiri dari delapan pulau, yakni Pulau Kenawa, Pulau Paserang, Pulau Kambing, Pulau Belang, Pulau Namo, Pulau Kalong, Pulau Mandiki dan Pulau Ular. Setiap pulau ini memiliki keunikan masing-masing yang jika dikelola dengan baik menawarkan potensi wisata bahari yang menjanjikan dengan peluang ekonomi berkelanjutan untuk masyarakat lokal.

Ia juga menambahkan, program TransformaSea Gili Balu bertujuan untuk mengembangkan destinasi wisata dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (Ekowisata), sehingga memiliki beberapa objektif sasaran. Upaya konservasi untuk melestarikan biodiversitas/keanekaragaman hayati pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, yang dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab, melestarikan dan memulihkan ekosistem laut melalui pemantauan. 

Imam Bustan Pramudya Yudi Ananta Koordinator Pokja PPM, DitJen Minerba, Kementerian ESDM RI mengatakan, dari peninjauan titik pantau kinerja program Pengembangan dan Pemberdayaan (PPM) di AMMAN, yang salah satunya di Pulau Namo-Gili Balu, terlihat Program PPM AMMAN telah diupayakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat lingkar tambang. "Semoga AMMAN terus membenahi tata kelola penyelenggaraan program PPM, sehingga semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat kehadiran AMMAN di KSB,” ujar Imam. 



Andy Afandy selaku wakil kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) dari IPB University bidang program pengelolaan SDA dan lingkungan saat kunjungan ke Gili Namo, pada Sabtu, (3/8/2024) menjelaskan bahwa, di beberapa Gili yang ada di kawasan konservasi memiliki tanaman mangrove yang langka, sudah jarang ditemui di Indonesia. Spesies Aegiceras Floridum salah satu jenis mangrove yang mempunyai sebaran terbatas dan jarang ditemukan. Diperkirakan telah terjadi penurunan sebesar 29 persen pada persebaran spesies ini sejak tahun 1980.

"Aegiceras Floridum secara ilmiah, dalam bahasa Indonesia Gedangan dan bahasa lokal kaki gajah. Spesies ini berada di Gili Belang, Paserang, Kalong dan Kenawa," jelasnya.

Menurutnya, spesies ini terdapat di substrat berbatu dan berpasir di sepanjang pantai. Ia hidup di daerah dengan salinitas tinggi dan memiliki sebaran habitat yang sangat sempit. Spesies ini memiliki habitus berupa pohon kecil dan biasanya bergerombol. Maka diperlukan perlindungan spesies dan habitat aegiceras untuk mencegah kepunahan.

Andi sapaan akrabnya mengungkapkan, kunjungan kali ini dirinya memperkenalkan berbagai jenis mangrove. Ada 13 jenis mangrove yang di bibitkan di Gili Namo salah satu Aegiceras Floridum. "Kami melakukan pendampingan teknis kepada kelompok pengelola wisata Poto Tano agar mereka berdaya di segala lini, termasuk rehabilitasi ekosistem. Pulau Namo akan kami buat sebagai tempat konservasi dan rehabilitasi rumput liar laut, menjadi spot atau pusat pembibitan mangrove di KSB. Termasuk tingkat rehabilitasi penyumbang utama bibit, maka kami fokus berdayakan pembibitan sendiri dan mengejar efek ekonomi bagi masyarakat," ungkapnya.

Ditemui oleh awak media di lokasi pembibitan mangrove yang ada di Gili Namo, Widi Aspiani salah satu anggota Pokdarwis menjelaskan bahwa, saat ini kami dari kelompok pengelola wisata Poto Tano sudah melakukan pembibitan mangrove lebih dari 1.400 bibit. Dimana bibit ini akan kami tanamkan kembali di gili-gili lain. Itu kami lakukan untuk melindungi ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai sumber plasma nutfah yaitu tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi berbagai biota perairan seperti ikan, udang, dan kepiting. Hutan mangrove berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi pesisir dari erosi dan serangan gelombang besar. "Kami baru menanam 10 jenis tanaman mangrove, rencananya sampai 13 jenis," ujarnya.

Dijelaskan Widi, bibit-bibit ini kami tanam dengan komposisi lumpur dan pasir serta beberapa tahapan pembibitan lainnya. Pembibitan ini memakan waktu sampai 3 atau 4 bulan. "Kami menargetkan 1.430 bibit dari 10 jenis untuk ditanam. Persentase hidup tanaman mangrove yang kami tanam di pulau ini sebesar 90 persen. Jika tidak dipengaruhi beberapa faktor alam," ujarnya.

Konsep kedepan, pihaknya akan menawarkan paket wisata untuk menggaet wisatawan mancanegara dan domestik untuk berkunjung ke Gili Balu. Dia menambahkan, Kelompok Pengelola Wisata Poto Tano terdiri dari, Pokmaswas, Pokdarwis, karang taruna, Poklahsar dan BoatMen. 

Hamdon, S. Pd., MM selaku Kepala BLUD Kelautan dan Perikanan Sumbawa Barat dan Sumbawa mengatakan, kegiatan ini berawal dari kerjasama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama AMMAN berkaitan dengan itu, dalam rangka kerjasama PKSPL menjadi mitra pelaksana program yang ditunjuk AMMAN untuk membantu memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan taman wisata Gili Balu atau taman konservasi Gili Balu. Termasuk semua aktivitas konservasi, pengelola, pembibitan mangrove dan terumbu karang, semua kami pantau dan awasi.

"Hasil dari riset PKSPL semua kami laksanakan secara bersama, dalam bentuk kerjasama rehabilitasi mangrove agar Gili Balu menjadi lebih baik. Kerjasama dari program ini sangat bagus, karena mangrove di Gili Balu harus direhabilitasi ulang dengan penanaman kembali," imbuhnya.

Terkait ekowisata, BLUD bersama kelompok pengelola wisata Poto Tano akan menawarkan paket berwisata ke tempat mangrove, lamun dan terumbu karang. Hal ini mengacu pada Perda Provinsi NTB nomor 2 tahun 2024 tentang pajak dan retribusi daerah. Termasuk juga pengelolaan wisata bahari di Gili Balu. Semua ada retribusinya, wisatawan nantinya harus melakukan pembayaran tiket masuk kawasan konservasi. Bila mengacu perda, turis mancanegara harus membayar 25 ribu per orang dan wisatawan lokal 10 ribu.

"Bila wisatawan datang, kami menjual keindahan mangrove, terumbu karang, lamun dan keindahan pantai," katanya.

Ia juga mengungkapkan, komitmen atau pemanfaatan Gili Balu kedepan, pihaknya akan terus melakukan pemberdayaan kelompok pengelola wisata Poto Tano, dengan menyambung program ini. Nanti untuk menyambung program ini, kami tetap akan mencari kerjasama dengan swasta lainnya. "Di dukung oleh AMMAN dan PSKPL IPB, kami juga sudah memperkenalkan atau mempromosikan Gili Balu ke 28 negara di kancah internasional beberapa waktu lalu melalui Small Islands Conference," timpalnya.

Menurutnya, untuk mengembangkan ekowisata berkelanjutan melalui peningkatan kapasitas masyarakat, dengan fokus utama untuk Kelompok Pengelola Wisata Poto Tano agar memiliki kapasitas dan mampu mengembangkan dan mengelola ekowisata guna meningkatkan perekonomian, termasuk di dalamnya pelaksanaan kegiatan pelatihan untuk pengelola pariwisata, pengembangan paket wisata, digital marketing, sertifikasi pemandu wisata, penyedia layanan dan ekosistem pariwisata, pembentukan dan pelatihan penjaga pantai, pengelolaan perikanan, pengembangan UMKM dan pengolahan produk berbasis ikan. 

"Kami juga memperkuat pengelolaan sumber daya dengan membangun, mengembangkan dan memelihara sarana prasarana yang mendukung pariwisata dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil melalui pengembangan prinsip pariwisata berkelanjutan berbasis konservasi/perlindungan dan rehabilitasi ekosistem, misalnya pemahaman mengenai bagaimana melakukan perlindungan dan rehabilitasi ekosistem, perhitungan jumlah wisatawan sesuai dengan kapasitas daya dukung (carrying capacity) lingkungan, pengelolaan sampah dan filtrasi air,” tutupnya. (LNG05)

0 Comments

Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.