Lintas NTB - Kedudukan tentang Tenaga Pendamping Profesional (TPP) belakangan ini menjadi sangat menarik, karena adanya polemik tentang rencana kebijakan PHK sepihak oleh Kementerian Desa PDT dibawah kepemimpinan Yandri Susanto. Setidaknya ada 1.048 orang yang akan terdampak atas kebijakan itu.
Berkaitan dengan itu, sejumlah TPP tadi juga melakukan perlawanan dengan mendatangi DPR RI dan Ombudsmen RI, dalam pertemuan itu sejumlah anggota DPR RI selain anggota dari Partai Amanat Nasional sependapat bahwa, kebijakan Kementerian itu sangat disayangkan dan harusnya mempertimbangkan banyak hal, bahkan dalam pertemuan itu DPR RI juga mempertanyakan dasar hukum rencana kebijakan PHK sepihak itu.
Tulisan ini tidak untuk menyampaikan apa hasil dari langkah-langkah tersebut, pastinya TPP seindonesia yang terdampak dalam kebijakan itu telah menyiapkan banyak langkah termasuk membawa hal tersebut ke ‘meja hijau’. Namun menarik untuk dicermati, bagaimana kedudukan hukum TPP dan persefektif hukum atas kebijakan tersebut. Kedudukan Pendamping Desa dalam Aturan Perundang-Undangan
Tenaga Pendamping Profesional secara umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam ketentuan pasal 128 dan pasal 129 peraturan itu disebutkan kewenangan pendampingan, selanjutnya tugas dan fungsi TPP.
Ketentuan yang menjadi aturan pelaksana undang undang desa tersebut diatas juga melahirkan Peraturan Menteri Desa tentang Pendampingan Desa nomor 3 tahun 2015, yang selanjutnya dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Desa Nomor 18 tahun 2019 tentang pedoman umum Masyarakat Desa dan perubahannya nomor 4 tahun 2023. Dalam peraturan itu, Tenaga Pendamping Profesional didefinisikan sebagai ‘sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi dibidang pendampingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang direkrut oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi’.
Berangkat dari Peraturan tersebut diatas, Kementerian Desa mengeluarkan aturan teknis berupa Keputusan Menteri yang mengatur petunjukan teknis pendampingan Masyarakat desa dengan nomor 143 tahun 2022. Keputusan ini mengatur lebih terperinci termasuk tentang kedudukan TPP yang disebutkan sebagai tenaga professional yang sifatnya membantu pemerintah melalui Kementerian desa dan pemerintah daerah dalam pendampingan masyarakat desa. Untuk itulah TPP diperlukan secara berjenjang dari Pusat hingga Daerah, meski kemudian penganggarannya dilakukan oleh BPSDM Kemendesa PDTT.
TPP dalam hubungannya dengan BPSDM dinilai sebagai hubungan Penyedia Jasa, karena tidak mendapatkan penghasilan tetap atau tunjangan (tidak dalam komposisi akun belanja pegawai), karena jelas Bukan sebagai Karyawan/Pegawai Kementerian, melainkan masuk dalam komposisi akun Belanja Barang Dan Jasa Kemeterian Desa. Hal itu bisa dilihat penjelasannya dalam surat Kemendesa PDTT tertanggal 27 Juni 2023 Nomor 1261/HKM.10/VI/2023 tentang Penyampaian Jawaban Pekerjaan Sebagai Pendamping Desa.
Perlukah TPP Mundur Disaat menjadi Caleg ? Pencalonan Legislatif dalam pemilu 2024 diatur dalam Undang Undang 7 tahun 2017 pasal 240 ayat (1) huruf k menyatakan calon legislative harus mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
Meski demikian berkaitan dengan itu, KPU melalui Surat Nomor 512/Pl.01.4-SD/05/2023 Tertanggal 22 Mei 2023 perihal ketentuan wajib mundur untuk bakal calon anggota DPR/DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota pada point nomor (1) yang menyatakan, selain pekerjaan yang diatur dalam ketentuan pasal 11 ayat (1) huruf k Peraturan KPU nomor 10 tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, maka tidak diwajibkan mundur pada saat pengajuan bakal calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota kecuali diatur berbeda oleh instansi/Lembaga tempat bakal calon bekerja.
TPP tidak termasuk sebagai “Badan Lain” sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan pasal 11 ayat (1) huruf k PKPU no 10 tahun 2023, Karena “Badan Lain” sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan pasal 11 ayat (1) 1 huruf k PKPU no 10 tahun 2023 adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Kumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi Yang Sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, Badan Hukum Publik, dan Bentuk Badan Lain yang melakukan kegiatan di dalam dan/atau di luar negeri (definisi badan menurut undang undang).
Kedudukan TPP adalah sebagai Pemberi/Penyedia Jasa kepada kementerian desa pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi yang mempunyai kedudukan yang sama dengan Penyedia Jasa lainnya seperti Kontraktor, Konsultan Perencana, Konsultan pengawas atau penyedia jasa lainnya pada kegiatan yang sumber anggarannya dari keuangan negara.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Pendamping Desa/TPP Tidak Wajib Mengundurkan Diri sebagai TPP untuk Kelengkapan syarat saat sebagai bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota sesuai ketentuan pasal 11 ayat (1) huruf k PKPU no 10 tahun 2023. Apalagi Ketentuan tersebut juga ditegaskan melalui surat Kemendesa PDTT RI Nomor 1261/HKM.10/VI/2023 tertanggal 27 Juni 2023 yang menyebutkan bahwa tidak ada ketentuan yang melarang TPP untuk maju sebagai legislatif dan termasuk kewajiban mundur atau cuti atas hal tersebut.
Penjelasan Kemendesa PDTT RI itu, selanjutnya dijadikan KPU sebagai dasar dalam verifikasi pencalonan legislative bagi TPP dan mengeluarkan surat nomor 740/PL.01.4-SD/05/2023 yang ditujukan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten untuk mempedomani ketentuan tersebut. Terakhir, jikalau Kementerian Desa PDT dibawah kepemimpinan Yandri Susanto ingin menegakkan aturan, setidaknya Kementerian Desa PDT meminta pendapat dari institusi yang berwenang seperti yang telah dilakukan Kementerian desa PDTT pada periode dibawah kepemimpinan Abdul Halim Iskandar. Bukan justru membuat tafsir sendiri dan berupaya menghadirkan pendapat yang cenderung memperkeruh kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran yang ingin mengejar terwujudnya Indonesia emas 2045 dengan platform asta cita.
Penulis : Atas Nama TPP Caleg Se-indonesia
0 Comments
Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.