Lintas NTB, Sumbawa Barat - PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) senantiasa melakukan beragam inisiatif berkelanjutan yang terimplementasikan dalam Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Inisiatif ini mencakup pengembangan kapasitas masyarakat, agar dapat memaksimalkan kesejahteraan dan potensi sumber daya manusia dan wilayah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), terutama pasca tambang beroperasi.
Aji Suryanto, Senior Manager Social Impact AMMAN saat di lokasi demplot yang ada di desa Talonang menyampaikan bahwa, PPM AMMAN dijalankan melalui tiga pilar, yakni Human Capital Development (Pengembangan Sumber Daya Manusia), Economic Empowerment (Pemberdayaan Ekonomi), dan Sustainable Tourism (Pariwisata Berkelanjutan). Salah satu program unggulannya yaitu program PERTAMAS (Perhutanan Sosial dan Transformasi Penghidupan Masyarakat) merupakan inisiatif strategis AMMAN sebagai bagian Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Berkelanjutan.
Program ini secara spesifik berfokus pada pilar Economic Empowerment / Pemberdayaan Ekonomi yang juga fokus pada upaya menjaga Lingkungan, bertujuan menciptakan nilai bersama bagi perusahaan dan komunitas. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi keberlanjutan ekosistem dan penghidupan masyarakat, terutama di wilayah penyangga kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) AMMAN.
Ia menjelaskan, lokasi proyek yang berada di area perhutanan sosial sebagai zona penyangga kawasan tambang menjadikannya titik kritis sosio-ekologis. Degradasi hutan di wilayah ini dapat berdampak langsung pada stabilitas ekosistem dan kesejahteraan masyarakat, serta berpotensi memicu konflik antara berbagai pemangku kepentingan. PERTAMAS hadir sebagai model percontohan yang memadukan tiga elemen kunci: Kelestarian Hutan, Penguatan Kelembagaan Sosial, dan Pengembangan Usaha Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang terhubung dengan pasar berkelanjutan.
Saat ini, program PERTAMAS berada pada tahap awal yang berfokus pada penyiapan pondasi kelembagaan dan teknis. Ini merupakan awal dari sebuah perjalanan program jangka panjang yang diharapkan dapat menjadi model percontohan yang dapat direplikasi di wilayah lain yang menghadapi tantangan serupa. Elaborasi Dampak yang diharapkan dengan 3 langkah strategis.
Pertama, pilar Ekologi: Menjamin Kelestarian Hutan Partisipatif. Dampak utama yang diharapkan dari sisi Ekologi adalah terjaganya kelestarian kawasan hutan melalui pengelolaan yang berkelanjutan dan partisipatif.
Program ini secara langsung melibatkan masyarakat melalui Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam kegiatan konservasi. Langkah kunci yang dilakukan pada tahap awal meliputi integrasi peta partisipatif ke dalam dokumen rencana zonasi kawasan, pengembangan Demplot Agroforestri sebagai model pengelolaan terpadu, hingga pengukuran Baseline Cadangan Karbon dan penyusunan sistem mitigasi kebakaran. Keseluruhan upaya ini bertujuan mitigasi degradasi hutan, pencegahan erosi, dan perlindungan sumber daya air di zona penyangga.
Kedua, Pilar Ekonomi: Peningkatan Pendapatan Berbasis HHBK dan Akses Pasar
Penguatan Ekonomi diwujudkan melalui peningkatan pendapatan masyarakat dari usaha berbasis hutan yang harapannya akan memiliki akses pasar berkelanjutan. Fokus program adalah pada diversifikasi dan nilai tambah komoditas HHBK (seperti minyak kayu putih, alpukat, mangga, kemiri). Aktivitas kunci mencakup fasilitasi penyusunan Rencana Usaha Perhutanan Sosial (RUPS) yang disahkan, pelatihan pengolahan, standarisasi, dan fasilitasi sertifikasi produk HHBK.
Ketiga, Pilar Sosial: Penguatan Kelembagaan yang Inklusif dan Kolaboratif
Aspek Sosial difokuskan pada terbentuknya kelembagaan sosial yang kuat, inklusif, dan mampu mengelola konflik serta mendorong kolaborasi. Kunci keberlanjutan program terletak pada penguatan tata kelola, yang dilakukan melalui pembentukan Forum Lintas Aktor (Multipihak) dengan pertemuan rutin untuk menyelesaikan isu strategis. Selain itu, KTH diberikan pelatihan peningkatan kapasitas kelembagaan dan manajemen konflik, dan aspek legalitas diperkuat melalui penyusunan dan pengesahan Peraturan Desa (Perdes) tentang tata kelola kawasan hutan.
Aktor Kunci dalam Mendukung Kesuksesan Program
Kelompok Tani Hutan (KTH). KTH adalah penerima manfaat utama sekaligus pelaku konservasi dan ekonomi di tingkat tapak. Peran sentral KTH meliputi pengelolaan Demplot Agroforestri, implementasi praktik kehutanan lestari, dan pelaksanaan Rencana Usaha Perhutanan Sosial (RUPS). Keberhasilan program sangat bergantung pada kapasitas kelembagaan, partisipasi aktif anggota, dan kepatuhan KTH terhadap tata kelola kawasan hutan yang telah disepakati bersama. KTH adalah mitra AMMAN dan KPH dalam memastikan fungsi ekologis hutan tetap berjalan sambil meningkatkan pendapatan mereka dari HHBK.
Saat ini, lanjut Aji Suryanto, PERTAMAS telah melibatkan empat KTH aktif, Sagena Indah (KPH Brang Rea), Batu Akik (KPH Sejorong Mataiyang), Sampar Baru (KPH Sejorong Mataiyang), dan Brang Lamar (KPH Brang Beh), yang menjadi garda depan dalam pengelolaan kegiatan konservasi dan ekonomi hutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH merupakan mitra kolaborasi utama AMMAN dan KONSEPSI (mitra pelaksana program). Peran KPH sebagai perwakilan pemerintah di masyarakat adalah memberikan dukungan administratif, teknis, dan operasional. Ini mencakup fasilitasi dalam penyusunan dan pengesahan dokumen rencana kehutanan, serta pembinaan teknis secara langsung kepada KTH. Kemitraan ini memastikan program PERTAMAS selaras dengan kebijakan pengelolaan hutan di tingkat daerah dan memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Tahapan yang sudah dilakukan kepada KTH
Implementasi studi Penilaian Pedesaan Partisipatif (PRA) dilakukan untuk menilai kebutuhan masyarakat dan potensi hutan, termasuk identifikasi semua KTH yang berada di wilayah kerja KPH berikut potensi, kesiapan dan komitmen kelompok. Penguatan kapasitas bagi pendamping lapangan dan penempatan tenaga lapangan yang mendampingi masing-masing wilayah kerja KPH.
Workshop penyusunan rencana detail kegiatan yang bersinergi dengan KPH, Pemerintah Desa dan Kelompok Tani Hutan. Penandatanganan Kesepahaman Berkolaborasi dari para pihak. Persiapan penanaman di lokasi demplot seluas 5 Ha pada masing- masing wilayah dampingan. Audiensi di level pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan, Kemenko PMK, Pemerintah Kabupaten, Akademisi, dan media.
Ditemui di lokasi kawasan, Kepala KPH Sejorong Mataiyang Syahril S.H mengatakan bahwa, pertemuan kali ini diadakan dalam rangka Bimtek untuk KTH dan melihat perkembangan tanaman hasil kerja sama antara AMMAN dengan kelompok tani dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Acara ini dihadiri oleh perwakilan AMMAN, Kepala Seksi Perencanaan, penyuluh, Balai KPH Sejorong Mataiyang, kelompok tani dan seluruh hadirin.
Disampaikan bahwa, paradigma baru kehutanan tidak lagi memenjarakan masyarakat yang membuka lahan, melainkan memberikan solusi melalui program HKM (Hutan Kemasyarakatan) dan perhutanan sosial. Program ini mengajak masyarakat bermitra dengan KPH untuk menanam kembali, mengembalikan fungsi ekologi, dan mendapatkan hasil dari kawasan hutan yang dikelola.
KPH Sejorong Mataiyang bekerja sama dengan AMMAN dalam program demplot (demonstration plot) dengan dua kelompok tani, yaitu Batu Akik dan Sampar Baru, masing-masing kelompok mengelola seluas 5 hektare. AMMAN terlibat tidak hanya karena kewajiban pemberdayaan masyarakat dalam kontrak pinjam pakainya, tetapi ingin berupaya memberikan dukungan bibit dan pengembangan usaha kepada petani yang mengelola kawasan hutan.
Area yang dulunya lahan terbuka kini perlahan diberikan bantuan. Demplot 5 hektare di Batu Akik diharapkan terus berkembang.
Ketua Kelompok Tani Sampar Baru juga hadir sebagai penerima demplot 5 hektare. Penanaman saat musim kemarau menunjukkan hasil geotagging yang baik, dengan hampir 80-100% tanaman berhasil. KPH berkomitmen menanam hingga 100% sesuai perjanjian. AMMAN melakukan pemantauan ketat untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan sesuai rencana teknis, mendorong kelompok tani untuk mencapai keberhasilan 100% agar mendapatkan fasilitasi di tahun berikutnya. Di demplotnya memakai sistem penyiraman yang diterapkan untuk tanaman saat musim kemarau.
Ketua kelompok Batu Akik Lukman Hakim menjelaskan bahwa, kelompok Batu Akik yang merupakan kelompok tani yang mau belajar untuk maju. Pihaknya telah merumuskan strategi penanaman dengan jarak lebar (misalnya 20x10) untuk tanaman utama seperti buah-buahan. Tujuannya adalah untuk memungkinkan penanaman tumpang sari (intercropping) seperti jagung dan kacang di sela-sela, guna menjamin kelangsungan hidup dan pendapatan keluarga sambil menunggu hasil panen tanaman utama.
"Kami sangat bersyukur atas adanya program Perhutanan Sosial, karena telah memberikan penambahan lapangan kerja, peluang usaha, dan peningkatan kesejahteraan," jelasnya.
Program ini memungkinkan diversifikasi tanaman, dari yang sebelumnya hanya menanam jagung, kini bisa menanam tanaman buah, yang secara positif diterima oleh kelompok.
Abdul Muthalib salah satu petani yang ada di kawasan Batu Akik sangat mendukung PERTAMAS karena membandingkan hasil menanam jagung dengan menanam pisang dan buah-buahan lainnya. Sebelum buah-buahan berbuah, hasil dari pisang dan ubi kayu sudah bisa didapatkan. Ubi kayu bisa dijual Rp 3.500 per kilo. "Pendapatan dari pisang per bulan mencapai Rp 4 juta, dengan harga jual Rp 7.000 per kilo di Kecamatan Sekongkang," kata Amaq Aki sapaan akrabnya.
Menurutnya, hal ini berarti sekitar Rp 2 juta per minggu bila dihitung. Pendapatan ini cukup untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Ia memiliki satu hektare lahan dan mulai mengkonversi dari jagung ke tanaman semusim dan buah-buahan yang sudah berlangsung selama dua tahun. Tanaman alpukat menunjukkan pertumbuhan yang bagus. Selain alpukat, ditanam juga durian dan sayur-sayuran untuk mengganti penghasilan jagung. Untuk bibit dibeli sendiri dari Lombok.
"Penghasilan dari jagung sekitar Rp 6-7 juta per hektare per tahun dalam siklus 3 bulan. Dengan tanaman diversifikasi, khususnya pisang, petani bisa menghasilkan Rp 4 juta dalam satu bulan saja," ungkapnya.
Setelah buah-buahan mulai berbuah, rencananya akan ditanam cabai, semangka, dan tanaman lain untuk kolaborasi. Lukman berharap agar AMMAN dan KPH bisa memberikan sumur bor dan embung.
Ketua kelompok Sampar Baru Syaifullah menambahkan bahwa kelompok di Sampar Baru berupaya mengubah pola pikir masyarakat atau anggotanya dari metode pertanian tradisional menjadi lebih produktif untuk menghasilkan panen berkali-kali. Setelah program TNI berakhir, kelompok menjadi tidak aktif selama bertahun-tahun. Kini, mereka kembali berkomunikasi dengan KPH untuk menjadikan kawasan hutan Sampar Baru produktif.
Program saat ini berfokus pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Masalah air telah teratasi, dan kesejahteraan anggota, khususnya di Sampar Baru, menjadi tujuan utama. Meskipun jagung masih ditanam, kelompok ini telah mengintroduksi komoditas lain dengan pendekatan agroforestri, bukan lagi monokultur. Ini mencakup tanaman besar dan tanaman semusim yang lebih produktif. Kedepan, ada rencana untuk mengembangkan kawasan hutan ini untuk pariwisata atau jasa lingkungan.
Untuk mencapai ini, kelompok membutuhkan pendampingan, komunikasi, dan konsultasi yang berkelanjutan. Tanaman yang ditanam, seperti alpukat, disesuaikan dengan kebutuhan pemanfaatan kelompok dan karakteristik lahan yang serupa dengan area lain. (LNG05)
0 Comments
Silahkan Berkomentar, Bebas Tapi Sopan.